Pengikut

Mengenai Saya

Foto saya
pangandaran, jawa barat, Indonesia
just share for special one :) be a good friends guys.. let happy together in this blog..

erviia

erviia

love

love is the sweetest emotion, that springs in my hearts. love is like that tender kiss, you gave ma at the stars. love is to see the special smile, appear on your face. love is like a bouquet, with is trimmings and lace. love is like sunshine, strong and true. love is all that, i feel so deeply for you.

Total Tayangan Halaman


Entri Populer

Cari Blog Ini

Jumat, 18 Maret 2011

cerpen III

KEINDAHAN KARUNIA ALLAH
Suara adzan subuh menyisip kedalam tidurku, perlahan kubukakan kelopak mata yang seakan berat untuk menyambut seruan tuhan itu. Tapi ku paksakan mengingat kewajiban itu adalah sesuatu yang harus dilakukan. Sejenak kemudian air wudhu membasuh sebagian tubuhku, dinginnya yang khas merasuk kedalam pori-pori kulit dan membuatku kehilangan rasa kantuk yang sebelumnya masih bergelut. Sinar rembulan masih memancar ke setiap pemukiman gelap yang seakan tak berpenghuni, ketika itu aku sedang bermunajat mengharap belas kasihan DIA, dalam do’a ku curahkan semua harapan untuk beliau, harapan yang belum sempat terwujudkan selama 22 tahun ini.
Hari mulai cerah, dan semua kue-kue ini telah siap aku jajakan ke setiap penjuru gank tak jauh dari rumahku. Sebelum aku berangkat ibu sudah siapkan aku sepiring nasi uduk dan segelas teh manis ditempat biasa, aku pun merasa bersyukur dengan makanan yang telah Allah SWT berikan kepadaku di pagi ini. Tanpa fikir panjang ku lahap habis semua nasi yang dipiring, rasanya begitu enak dan mengenyangkan sekali. “gubbraaaaaaakkkk.....” tiba-tiba terdengar suara setumpuk koran bekas terjatuh dari kamar ibu, aku pun bergegas menuju kamar ibu dan mendapati beliau sedang membereskan koran-koran yang berserakan dilantai. Tak sengaja pandangannku terpaku pada sebuah foto yang terselip diatas sampul koran yang berserakan itu, aku pun menjangkau foto itu dan aku pandangi dengan rasa terharu, tak terasa air mataku menetes. Aku pun segera memalingkan muka berharap ibu tak melihat kesedihan ini dari mataku. Semua koran sudah tersusun rapi dan akupun meletakkannya diatas rak baju ibu yang bisa kujangkau tanpa harus berdiri. Ibu menatapku kian dalam, tanpa beliau ungkapkan aku pun mampu membaca sorot matanya, hatiku menjerit karena belum mampu mewujudkan keinginan itu. Tiba-tiba foto itu diambilnya, dan ia menatapnya dengan penuh rasa rindu...”indah sekali ya nak ka’bah itu, ibu ingin sekali bisa pergi kesana, merasakan sendiri bagaimana megahnya karunia Allah itu, bukan Cuma menatap lewat sebuah foto yang semakin kumal ini..” gumam ibu, pandangannya menerawang jauh, entah mungkin ia sedang membayangkan berada diantara ribuan orang yang mencium batu hajar aswad, dan akupun semakin terharu, hatiku semakin sedih, benar-benar sedih.
Hari sudah semakin sore ketika aku berjalan menyusuri kampung untuk menjajakan kue-kue ini, hari ini sepi pembeli gumamku dalam hati, aku pun beristirahat di bawah sebuah pohon rindang yang menyejukan. Sembari duduk kugapai saku celanaku, dan kudapati sejumlah uang receh hasil dagang hari ini, “seribu, duaribu, tigaribu,limaratus........”, aku pun membatin karena tidak mungkin aku bisa memberangkatkan ibu berhaji hanya dengan uang tigaribulimaratus, meskipun ditambah dengan memecahkan celengan ayamku, tentu uangnya tetap masih kurang. Aku menangis disitu, sempat aku berpikir, sungguh kejam dunia padaku padahal diluar sana orang-orang berdasi yang duduk santai dan dengan mudah mendapatkan uang, jangankan untuk berhaji, bahkan koleksi mobil antik hingga mobil termewah pun ia miliki, sedangkan aku hanya ingin memberangkatkan ibu berhaji harus menabung puluhan tahun tapi masih saja kurang hmmmmmm......., tapi ku tersadar dengan ibu, beliau selalu mengajariku untuk bersyukur, karena Allah tidak menilai umat dari harta melainkan dari taqwanya. Sejenak lamunanku tersadar oleh orang-orang berteriak “copeeeeeeeeeeeet copeeeeeeeeeeeeeeet.....” , tanpa pikir panjang akupun mengejar seorang pemuda yang berlari ketakukan setelah melintas dihadapanku, sekencang mungkin ku kerahkan tenaga untuk mengejar pemuda itu dan aku menemukan sebuah batu, aku ambil batu itu lalu aku lemparkan tepat dikakinya, sesaat pemuda itu terjatuh dan mengaduh kesakitan. Aku pun mengambil sebuah dompet dari tangan pemuda itu dan menyerahkannya ke seseorang yang berdiri di kerumunan itu, “terimakasih nak, kamu sudah membantu bapak, siapa nama kamu nak?”. “Eni pak...”, bapak itu tersenyum bahagia mendapati dompetnya yang terselamatkan dari tangan pencopet itu. Setelah lama berbincang akhirnya aku diantar pulang.
Ketika sampai dirumah, kudapati ibuku menangis sambil memegangi kepingan-kepingan celengan ayamku yang sudah pecah, tapi aku tak melihat selembar uangpun diantaranya. “ibu, kenapa celengan ini bisa pecah??? lalu kemana uangnya bu??????” tanya ku penuh keheranan, “uangnya tidak ada nak, rumah kita tadi dicuri orang, padahal kita orang susah, kenapa pencuri itu tega menyakiti orang susah seperti kita. Kita mengumpulkan uang ini bertahun-tahun hanya untuk ibu berhaji..” kata ibu sambil menangis dihadapanku dan si bapak yang tadi mengantarku. “sudahlah bu, mungkin ini belum rejeki kita, semoga Allah nanti akan mengggantinya buuuu...”.aku coba menenangkan meski ibu tetap saja bersedih, aku mengerti kesedihannya. “iya nak, mungkin ibu tidak pantas bermimpi pergi haji seperti orang-orang diluar sana, ibu kan orang susah nak..”. Aku semakin tidak sanggup mendengar kata-kata ibu, hatiku tercubak-cabik. Tiba-tiba bapak yang tadi meminta pamit, dan akupun meminta maaf karena tidak bisa menjamunya dengan keadaan yang lebih baik.
Keesokan harinya akupun tak berangkat berjualan, aku merawat ibu yang tiba-tiba sakit demam, mungkin ibu terlalu memikirkan uangnya yang sudah hilang itu. Ya Allah, kalau aku boleh meminta, aku ingin sekali melihat ibu tersenyum. aku menatapi wajah ibu yang sedang tertidur, ku tatapi urat-urat yang semakin terlukis keluar diatas semua pori-pori kulitnya, aku meneteskan air mata, tenggorokanku seakan terganjal sebuah batu kerikil, sungguh untuk menelan air liur saja tidak mampu, mungkin saking sakitnya hatiku itu. Saat ibu bangun, akupun masih termenung. tuk tuk tuk, tiba-tiba ada suara ketukan di pintu depan rumah, “bukakan pintu nak, mungkin ada tamu” seru ibu kepadaku, aku bergegas menuju pintu dan membukakannya, tiba-tiba seorang berdasi dan menenteng sebuah koper berdiri di depan pintu, “boleh saya masuk??” tak salah lagi, bapak ini adalah orang yang kemarin aku tolong. “oooh, iyaa pa , iya mari masuk pak...”
“silakan duduk pak!, mau minum apa??” “tidak usah, merepotkan saja, saya kemari ingin bertemu ibu kamu, beliau ada nak??” . “ibu sedang sakit pak..”. “sakit apa boleh saya bertemu??” . “ooh, tentu pak mari saya antar pak..”.”bu, ini ada yang ingin bertemu dengan ibu” , “siapa nak???” .“dia bapak yang kemarin bertemu saya bu..” “ibu sakit apa??, sejak kapan bu??” tanya bapak itu.“beginilah pak, saya sakit demam, mungkin terlalu banyak pikiran pak, maklum saya kan orang nda punya,, jadi selalu banyak fikiran pakk” jawab ibu sembari tersenyum. “ah ibu bisa saja, owya bu, kedatangan saya kesini untuk memberikan ini untuk ibu, mohon diterima ya bu, anggap ini ucapan terimakasih untuk anak ibu yang sudah menolong saya tempo hari.” bapak itu menyodorkan sebuah koper kecil kepada ibu. Lantas ibu membuka koper itu dan terkaget, melihat setumpuk uang seratus ribu rupiahan yang tersusun rapi disalam koper itu. “maksud bapak apa? uang untuk apa ini pak?”. “itu aung untuk ibu naik haji, saya ikhlas ko bu memberikan uang itu, itu rejeki ibu. Rasanya lidahku kelu mendengarnya, begitupun dengan ibu aku langsung memeluk ibu erat-erat, kita terhanyut dalam suasana haru yang ada dikamar itu, ibu menangis tiada henti, ya Allah aku benar-benar bahagia ternyata mimpiku selama ini terkabul. Allah memang maha adil aku bersyukur kepadamu, aku pun bersujud dilantai rumahku yang beraslaskan tanah itu, aku sangat bersyukur kepada ENGKAU ya Allah, alhamdulillah atas karunia terbesar ini. Allohuakbar.
by Erviani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar